GoPro baru saja
mengumumkan langkah yang mengejutkan pekan ini. Perusahaan itu memutuskan untuk
menutup lini bisnis drone-nya karena pasar pesawat nirawak yang dianggap
terlalu kompetitif.
Menurut GoPro,
keputusan ini juga diambil karena kebijakan baru di Eropa dan Amerika Serikat
secara tak langsung mengurangi jumlah permintaan drone. Faktor tersebut
membuat GoPro keluar dari bisnis pesawat nirawak, setelah menjual inventaris
Karma yang tersisa.
Bersama dengan
itu, GoPro dikabarkan turut memangkas hingga 300 karyawan dari divisi aerial
yang bertanggung jawab mengembangkan drone Karma.
Drone Karma
sudah dirundung masalah sejak pertama diluncurkan dengan harga 799 dollar AS
(Rp 10 juta) pada akhir 2016. Pada November, selang sebulan setelah dipasarkan,
Karma ditarik kembali karena mengalami masalah baterai.
Kiprah drone Karma buatan GoPro hanya
seumur jagung. Pekan ini, pabrikan kamera aksi tersebut mengumumkan bakal
keluar dari bisnis drone. Karma menjadi drone pertama sekaligus
terakhir yang dibuat GoPro.
Faktor-faktor
ini membuat pasaran aerial jadi tak bisa dipertahankan dan GoPro akan keluar
dari pasaran setelah menghabiskan stok Karma yang tersisa,” sebut GoPro dalam
sebuah pernyataan.
GoPro
mengatakan bahwa Karma sebenarnya sempat duduk di posisi kedua dalam
pasaran drone untuk kelas harganya, tetapi GoPro tetap kesulitan
mendapat untung.
Kemudian,
wilayah pasar seperti Eropa dan Amerika Serikat menerapkan aturan yang lebih
ketat soal drone sehingga makin membatasi ruang gerak Karma.
Karma kemudian
menghadapi persaingan sengit dari produk baru macam Mavic Pro dari DJI yang
sudah lebih dulu menguasai pasaran drone.
Keuangan
perusahaan GoPro pun tidak menggembirakan. Pendapatan di kuartal IV-2017
diproyeksikan 340 juta dollar AS, jauh lebih rendah dibandingkan estimasi
sebelumnya sebesar 470 juta dollar AS.
Sepak terjang
bisnis GoPro sendiri bisa dibilang cukup terpuruk selama tiga tahun terakhir.
Sebelumnya, GoPro juga melakukan PHK terhadap 270 karyawan, tak cuma itu
perusahaan juga melakukan hal yang sama ke lebih dari 200 karyawan full-time.
Alhasil, perusahaan harus melakukan restrukturisasi besar-besaran.
Padahal, dalam
laporan keuangan, perusahaan mengakui Karma berhasil berada dalam posisi kedua
bisnis drone pada 2017. Namun, persaingan di pasar drone yang
begitu kompetitif membuat perusahaan memutuskan untuk mundur dari bisnis
pesawat nirawak.
"GoPro
akan melanjutkan layanan dan dukungan untuk konsumen GoPro," tulis
perusahaan dalam keterangannya.
Sebelumnya,
GoPro juga dilaporkan telah merumahkan sejumlah besar karyawannya yang berada
di bisnis drone.
"Aku
menerbangkan GoPro Karma-ku untuk yang kedua kalinya. Tiba-tiba saja drone tersebut
kehilangan tenaga di ketinggian 170 kaki dan jatuh ke tanah. Saya telah
menghubungi pihak GoPro Support dan mengunggah foto dan log penerbangan drone,"
kata Warholak.
Selain itu,
Tony Bates yang ditunjuk sebagai Presiden pada Juni 2014, menyatakan akan
mengundurkan diri pada akhir 2017. Ia sebelumnya adalah Executive Vice
President Microsoft dan Chief Executive Officer (CEO) Skype Technologies SA.
Melalui surat
yang diterima oleh karyawan yang terancam PHK, GoPro menjelaskan, pemutusan
hubungan kerja ini merupakan bagian dari restruktur bisnis. Tujuannya untuk
menyelaraskan sumber daya dengan bisnis.
Meski
pemberitahuan PHK telah diumumkan melalui surat, karyawan-karyawan yang
terdampak masih akan bekerja hingga menerima gaji pada 16 Februari 2017.
GoPro akan
terus memberikan layanan dan dukungan kepada para pelanggan.
Gaji CEO
Nicholas Woodman pun dikurangi hingga 1 dollar AS dalam rangka menghemat
pengeluaran. Sementara harga kamera aksi flagship Hero 6 Black
dipangkas dari 499 dollar AS (Rp 6,7 juta) menjadi 399 dollar AS (Rp 5,3 juta)
untuk mendorong penjualan.
Untuk
informasi, pesawat nirawak GoPro yang rilis pada 2016 harus diakui memang
kurang berhasil. Pada November 2016, GoPro mengumumkan penarikan 2.500 unit
pesawat nirawak tersebut.
GoPro pun
menarik kembali unit drone GoPro Karma bermasalah tersebut. Saat itu,
konsumen diminta untuk me-refund (pengembalian dana) pembelian GoPro.
Menurut
keterangan, drone Karma ditarik lantaran beberapa pengguna
melaporkan, saat diterbangkan, pesawat nirawak itu kehilangan tenaga sehingga
terjatuh menghantam tanah.
Pada
kenyataannya, penjualan produk GoPro terus terpuruk. Pemasukan perusahaan
pembesut kamera aksi ini pada 2016 bahkan merosot ketimbang 2015.
Proses
restrukturisasi mengurangi biaya operasional sebesar US$ 650 juta atau sekitar
Rp 8,6 triliun dan bisa mencapai tujuan perusahaan untuk mengembalikan
keuntungan pada tahun ini. Sementara, restrukturisasi sendiri memakan biaya US$
33 juta (Rp 439 miliar).
Karena
pemasukan berkurang, otomatis GoPro juga harus mengalami kerugian sebesar US$
420 juta (Rp 5,6 triliun) pada 2016. Karena rugi bandar, akibatnya GoPro mau
tak mau harus memotong jumlah karyawannya agar laju finansial perusahaan tetap
bergerak stabil.
EmoticonEmoticon