-->

Tuesday, January 9, 2018



GoPro baru saja mengumumkan langkah yang mengejutkan pekan ini. Perusahaan itu memutuskan untuk menutup lini bisnis drone-nya karena pasar pesawat nirawak yang dianggap terlalu kompetitif.

Menurut GoPro, keputusan ini juga diambil karena kebijakan baru di Eropa dan Amerika Serikat secara tak langsung mengurangi jumlah permintaan drone. Faktor tersebut membuat GoPro keluar dari bisnis pesawat nirawak, setelah menjual inventaris Karma yang tersisa.

Bersama dengan itu, GoPro dikabarkan turut memangkas hingga 300 karyawan dari divisi aerial yang bertanggung jawab mengembangkan drone Karma.


Drone Karma sudah dirundung masalah sejak pertama diluncurkan dengan harga 799 dollar AS (Rp 10 juta) pada akhir 2016. Pada November, selang sebulan setelah dipasarkan, Karma ditarik kembali karena mengalami masalah baterai.

Kiprah drone Karma buatan GoPro hanya seumur jagung. Pekan ini, pabrikan kamera aksi tersebut mengumumkan bakal keluar dari bisnis drone. Karma menjadi drone pertama sekaligus terakhir yang dibuat GoPro.

Faktor-faktor ini membuat pasaran aerial jadi tak bisa dipertahankan dan GoPro akan keluar dari pasaran setelah menghabiskan stok Karma yang tersisa,” sebut GoPro dalam sebuah pernyataan.

GoPro mengatakan bahwa Karma sebenarnya sempat duduk di posisi kedua dalam pasaran drone untuk kelas harganya, tetapi GoPro tetap kesulitan mendapat untung.

Kemudian, wilayah pasar seperti Eropa dan Amerika Serikat menerapkan aturan yang lebih ketat soal drone sehingga makin membatasi ruang gerak Karma.

Karma kemudian menghadapi persaingan sengit dari produk baru macam Mavic Pro dari DJI yang sudah lebih dulu menguasai pasaran drone.

Keuangan perusahaan GoPro pun tidak menggembirakan. Pendapatan di kuartal IV-2017 diproyeksikan 340 juta dollar AS, jauh lebih rendah dibandingkan estimasi sebelumnya sebesar 470 juta dollar AS.

Sepak terjang bisnis GoPro sendiri bisa dibilang cukup terpuruk selama tiga tahun terakhir. Sebelumnya, GoPro juga melakukan PHK terhadap 270 karyawan, tak cuma itu perusahaan juga melakukan hal yang sama ke lebih dari 200 karyawan full-time. Alhasil, perusahaan harus melakukan restrukturisasi besar-besaran.

Padahal, dalam laporan keuangan, perusahaan mengakui Karma berhasil berada dalam posisi kedua bisnis drone pada 2017. Namun, persaingan di pasar drone yang begitu kompetitif membuat perusahaan memutuskan untuk mundur dari bisnis pesawat nirawak.

"GoPro akan melanjutkan layanan dan dukungan untuk konsumen GoPro," tulis perusahaan dalam keterangannya.

Sebelumnya, GoPro juga dilaporkan telah merumahkan sejumlah besar karyawannya yang berada di bisnis drone.


"Aku menerbangkan GoPro Karma-ku untuk yang kedua kalinya. Tiba-tiba saja drone tersebut kehilangan tenaga di ketinggian 170 kaki dan jatuh ke tanah. Saya telah menghubungi pihak GoPro Support dan mengunggah foto dan log penerbangan drone," kata Warholak.

Selain itu, Tony Bates yang ditunjuk sebagai Presiden pada Juni 2014, menyatakan akan mengundurkan diri pada akhir 2017. Ia sebelumnya adalah Executive Vice President Microsoft dan Chief Executive Officer (CEO) Skype Technologies SA.

Melalui surat yang diterima oleh karyawan yang terancam PHK, GoPro menjelaskan, pemutusan hubungan kerja ini merupakan bagian dari restruktur bisnis. Tujuannya untuk menyelaraskan sumber daya dengan bisnis.

Meski pemberitahuan PHK telah diumumkan melalui surat, karyawan-karyawan yang terdampak masih akan bekerja hingga menerima gaji pada 16 Februari 2017.
GoPro akan terus memberikan layanan dan dukungan kepada para pelanggan.

Gaji CEO Nicholas Woodman pun dikurangi hingga 1 dollar AS dalam rangka menghemat pengeluaran. Sementara harga kamera aksi flagship Hero 6 Black dipangkas dari 499 dollar AS (Rp 6,7 juta) menjadi 399 dollar AS (Rp 5,3 juta) untuk mendorong penjualan.

Untuk informasi, pesawat nirawak GoPro yang rilis pada 2016 harus diakui memang kurang berhasil. Pada November 2016, GoPro mengumumkan penarikan 2.500 unit pesawat nirawak tersebut.

GoPro pun menarik kembali unit drone GoPro Karma bermasalah tersebut. Saat itu, konsumen diminta untuk me-refund (pengembalian dana) pembelian GoPro.

Menurut keterangan, drone Karma ditarik lantaran beberapa pengguna melaporkan, saat diterbangkan, pesawat nirawak itu kehilangan tenaga sehingga terjatuh menghantam tanah.
Pada kenyataannya, penjualan produk GoPro terus terpuruk. Pemasukan perusahaan pembesut kamera aksi ini pada 2016 bahkan merosot ketimbang 2015.

Proses restrukturisasi mengurangi biaya operasional sebesar US$ 650 juta atau sekitar Rp 8,6 triliun dan bisa mencapai tujuan perusahaan untuk mengembalikan keuntungan pada tahun ini. Sementara, restrukturisasi sendiri memakan biaya US$ 33 juta (Rp 439 miliar).

Karena pemasukan berkurang, otomatis GoPro juga harus mengalami kerugian sebesar US$ 420 juta (Rp 5,6 triliun) pada 2016. Karena rugi bandar, akibatnya GoPro mau tak mau harus memotong jumlah karyawannya agar laju finansial perusahaan tetap bergerak stabil.



EmoticonEmoticon